Monday, June 29, 2015

Akta kelahiran untuk anak diluar nikah


Akta kelahiran untuk anak diluar nikah
Akta kelahiran untuk anak diluar nikah

Kasus wanita hamil di luar nikah banyak sekali terjadi , baik secara terang terangan atau sembunyi sembunyi,

Sebagian besar wanita yang hamil di luar nikah memilih untuk mengaborsi anaknya dari pada memilih untuk mempertahan kan janin yang ia kandung, namun hanya sebagian kecil saja yang masih mempunyai nurani untuk mempertahan kan darah dagingnya sendiri,


الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Perempuan pezina dan laki-laki pezina, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali pukulan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2)

Kurang nya pngetahuan akan keagamaan seseorang menjadi faktor paling kuat terjadi kehamilan diluar nikah, di ikuti peran orang tua yang kurang menjaga di tambah lagi pergaulan yang bebas

Apapun faktornya, kelahiran anak di luar nikah menjadi beban mental tersendiri baik bagi sang ibunya maupun bagi sang anaknya kelak ketika sudah dewasa, apalagi tentang statusnya yang tidak mempunyai bapak/ayah, belum lagi ketika kepengurusan pada surat menyurat terkait KK (Kartu Kelahiran ) atau  status hukum yang lain,

Lalu bagaimana cara mengurus akta kelahiran anak yang lahir di luar nikah ? berikut simak caranya :


  1. Sang ibu datang ke kelurahan membuat surat pengantar
  2. Lalu membuat formulir kelahiran di kelurahan
  3. Sertakan juga Kartu Keluarga + KTP sang ibunya
  4. Nnati akan di arahkan ke dinas DUKCAPIL guna melegalisir akte kelahiran anak
Biasanya akan di perlukan 2 orang saksi , boleh dari orang tua sang ibu atau kerabat dekat, dengan syarat 2 orang saksi tersebut sudah menginjak usai di atas 21 tahun.


Menurut hukum yang berlaku di indonesia 


Perbedaan anak zina dengan anak luar kawin menurut Hukum Perdata adalah :
1.Apabila orang tua anak tersebut salah satu atau keduanya masih terikat dengan perkawinan lain, kemudian mereka melakukan hubungan seksual dan melahirkan anak, maka anak tersebut adalah anak zina.

2.Apabila orang tua anak tersebut tidak terikat perkawinan lain (jejaka,perawan,duda,janda) mereka melakukan hubungan seksual dan melahirkan anak, maka anak tersebut adalah 
anak luar kawin.


Dengan demikian sejalan dengan Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 yang rumusannya sama dengan Pasal 100 KHI, adalah : “anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”

Yang termasuk anak yang lahir di luar perkawinan adalah :



1.Anak yang dilahirkan oleh wanita yang
tidak mempunyai ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menghamilinya.


2.Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat korban perkosaan oleh satu orang pria atau lebih.


3.Anak yang dilahirkan oleh wanita yang di li’an (diingkari) oleh suaminya.


4.Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat salah orang (salah sangka) disangka suaminya ternyata bukan.


5.Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat pernikahan yang diharamkan seperti menikah dengan saudara kandung atau sepersusuan.

Angka 4 dan 5 diatas dalam hukum Islam disebut anak Subhat yang apabila diakui oleh bapak subhatnya, nasabnya dapat dihubungkan kepadanya.


Akibat Hukum


Jika seorang anak telah dihukumkan sebagai anak yang lahir di luar perkawinan sebagaimana disebutkan diatas, maka terdapat beberapa akibat hukum menyangkut hak dan kewajiban antara anak, ibu yang melahirkannya dan ayah/bapak alaminya (genetiknya), yaitu :


-Hubungan Nasab

Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam sebagaimana yang telah dikemukakan, dinyatakan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya saja.

Hal demikian secara hukum anak tersebut saama sekali tidak dapat dinisbahkan kepada ayah/bapak alaminya, meskipun secara nyata ayah/bapak alami (genetik) tersebut merupakan laki-laki yang menghamili wanita yang melahirkannya itu.

Meskipun secara sekilas terlihat tidak manusiawi dan tidak berimbang antara beban yang diletakkan di pundak pihak ibu saja, tanpa menghubungkannya dengan laki-laki yang menjadi ayah genetik anak tersebut, namun ketentuan demikian dinilai menjunjung tinggi keluhuran lembaga perkawinan, sekaligus menghindari pencenaran terhadap lembaga perkawinan.

-Nafkah
Oleh karena status anak tersebut menurut hukum hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya semata, maka yang wajib memberikan nafkah anak tersebut adalah ibunya dan keluarga ibunya saja.Sedangkan bagi ayah/bapak alami (genetik), meskipun anak tersebut secara biologis merupakan anak yang berasal dari spermanya, namun secara yuridis formal sebagaimana maksud Pasal 100 Kompilasi 

Hukum Islam diatas, tidak mempunyai kewajiban  hukum memberikan nafkah kepada anak tersebut.Hal tersebut berbeda dengan anak sah. 

Terhadap anak sah, ayah wajib memberikan nafkah dan penghidupan yang layak seperti nafkah kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya kepada anak-anaknya, sesuai dengan penghasilannya, sebagaimana ketentuan Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam, dalam hal ayah dan ibunya masih terikat tali perkawinan.Apabila ayah dan ibu anak tersebut telah bercerai, maka ayah tetap dibebankan memberi nafkah kepada anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana maksud Pasal 105 huruf (c) dan Pasal 156 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam.

Meskipun dalam kehidupan masyarakat ada juga ayah alami/genetik yang memberikan nafkah kepada anak yang demikian,maka hal tersebut pada dasarnya hanyalah bersifat manusiawi, bukan kewajiban yang dibebankan hukum sebagaimana kewajiban ayah terhadap anak sah. Oleh karena itu secara hukum anak tersebut tidak berhak menuntut nafkah dari ayah/bapak alami (genetiknya).

-Hak – Hak Waris

Sebagai akibat lanjut dari hubungan nasab seperti yang dikemukakan, maka anak tersebut hanya mempunyai hubungan waris-mewarisi dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, sebagaimana yang ditegaskan pada Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam : “ anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan keluarganya dari pihak ibunya”. Dengan demikian, maka anak tersebut secara hukum tidak mempunyai hubungan hukum saling mewarisi dengan ayah/bapak alami (genetiknya).

-Hak Perwalian

Apabila dalam satu kasus bahwa anak yang lahir akibat darti perbuatan zina (diluar perkawinan)tersebut ternyata wanita, dan setelah dewasa anak tersebut akan menikah, maka ayah/bapak alami (genetiknya) tidak berhak atau tidak sah menjadi wali niksahnya, sebagaimana ketentuan wali nikah dalam Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam :

Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.

Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni Muslim, aqil dan baligh.Ketentuan hukum yang sama sebagaimana ketentuan hukum terhadap anak luar nikah tersebut, sama halnya dengan status hukum semua anak yang lahir diluar pernikahan yang sah sebagaimana disebutkan diatas.


Kesimpulan

Kompilasi Hukum Islam tidak mengenal istilah “anak zina” tetapi mengenal istilah “anak yang lahir diluar perkawinan” yang statusnya sama dengan anak hasil hubungan suami isteri antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat tali perkawinan yang sah, yang meliputi anak yang lahir dari wanita yang tidak mempunyai ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menghamilinya, atau anak syubhat kecuali diakui oleh bapak syubhatnya.Anak yang lahir diluar perkawinan atau sebagai akibat hubungan suami isteri yang tidak sah, hanya mempunyai hubungan nasab, hak dan kewajiban nafkah serta hak dan hubungan kewarisan dengan ibunya serta keluarga ibunya saja, tidak dengan ayah/bapak alami (genetiknya) begitu juga ayah/bapak alami (genetiknya), jika anak tersebut kebetulan anak perempuan.Jika anak yang lahir diluar perkawinan tersebut berjenis kelamin perempuan dan hendak melangsungkan pernikahan maka wali nikah yang bersangkutan adalah Wali Hakim, karena termasuk kelompok yang tidak mempunyai wali nasab.

2 comments

  1. I think, that's unfair.
    Inilah yang di sebut hukum selalu membebankan pada yang lemah.

    Secara garis besar, anak yang lahir di luar nikah sudah menderita baik dari fisik maupun psikologis. Tetapi kenapa sang bapak genetis nya malah seakan lari dari tanggung jawab jika berdasarkan dengan hukum sepwrti ini.
    Lalu siapa yang perlu di salahkan. Ibu yang melahir kan kah, atau anak yang di lahirkan?
    Jika memang pada awal nya sang ibu di Iming2 in akan di nikahi sebelum melakukan hubungan badan.

    Mohon penjelasannya.

    ReplyDelete