Sunday, July 12, 2015

Aku menyesal baca 'Alhamdulillah'



Ada suatu keterangan yang tidak terlupakan saat itu, yaitu ketika ustadz saya menjelaskan perihal tidak bolehnya mengucapkan hamdalah di waktu tertentu,

Saat di jelaskan dan di ceritakan pada waktu tersebut digambarkan bahwa ada seseorang yang mempunyai toko/kios di pasar, terjadilah kebakaran, namun toko salah satu warga tidak terbakar lalu si empunya bilang "Alhamdulillah" , secara fiqh sah sah saja hal tersebut di ucapkan namun hal itu tidak etis dalam hal mantiq lha kok ? tanyakan pada hati nurani sampeanlah, apalagi kita kan orang indonesia, naluri kemanusiaan kita lebih tinggi dari bangsa manapun.

Karena ilmu ini belum pernah saya ketahui seumur hidup saat itu, maka penjelasan ustadz saya menjadi moment tak terlupakan , mengiang terus mengendap di dalam otak, dari pada mengendap tiada guna, saya akan share di sini supaya lebih manfaat, baca kisah nyata di bawah ini dengan teliti dulu ya :

SYEIKH Sariy As Saqathy (wafat th 253 H./967 M.), seorang arif pernah berkata, “Tiga puluh tahun aku beristighfar, memohon ampun kepada Allah atas ucapan Alhamdulillah sekali.”“Lho, bagaimana bisa?” tanya seorang yang mendengarnya.“Terjadi kebakaran di Baghdad,” kata syeikh menjelaskan. “Lalu ada orang yang datang menemuiku dan mengabarkan bahwa tokoku selamat tidak ikut terbakar.”“Aku waktu itu spontan mengucap, ‘Alhamdulillah’. Maka ucapan itulah yang kusesali selama 30 tahun ini.”
“Aku menyesali sikapku yang hanya mementingkan diri sendiri dan melupakan orang lain.”
Selama 30 tahun Syeikh Sariy As Saqathy menyesali ucapan ‘alhamdulillah’-nya yang hanya sekali. Beliau menyesal karena sadar—sekejap setelah melafalkan ungkapan syukurnya itu—bahwa dengan ungkapan syukurnya itu berarti beliau masih sangat tebal perhatiannya kepada diri sendiri. Begitu tebalnya hingga menindih kepekaan perhatiannya kepada sesama.
Beliau tersadar langkah degilnya orang yang mensyukuri keselamatan sebuah toko pada saat keselamatan sesama dan harta benda mereka terbakar habis. ( IslamPos)

Kisah di atas menekankan untuk mementingkan kepentingan umum dari pada mengurusi ego diri sendiri, memang pengucapan Hamdalah pada saat itu secara spontan, namun tetap saja dinilai tidak etis, coba di bayangkan seandainya terjadi musibah kecelakaan di samping rumah misalkan, penghuni yang tertabrak maupun penumpang meninggal di tempat , lalu sampean secara spontan mengucapkan alhamdulillah , itu sama saja melukai perasaan keluarga korban walaupun sampean tidak berniat seperti itu,

Pengucapan hamdalah itu tepat ketika kita mendapatkan hal yang menyenagkan mendapatkan karunia nikmat yang baik, dan hal hal yang indah lain nya, :)

Semoga bermanfaat
Wassalamualaikum
See you...

0 komentar:

Post a Comment