Monday, June 22, 2015

Budaya saat idul fitri di tempat saya

Siang itu dua hari sebelum idul fitri , ibu & tetangga saya sudah mulai sibuk membuat jajanan untuk di sajikan di hari lebaran, jajajan yang disiapkan biasanya berupa kue kue nan , seperti kue semprit-japit-madu mongso dan jajanan khas saat lebaran,

Simbah ngalor ngidul sibuk sendiri nyari janur ( daun kepala ) dipersiapkan untuk membuat ketupat, dan sayalah sebagai executor membentuk janur tersebut supaya jadi kerangka ketupat, sementara itu kakek dan bapak biasanya ke makam sanak famili untuk di kirimi doa dan di bersihkan,

ketupat lebaran
Ketupat lebaran

Dari sekian jajanan lebaran yang dibuat , ada satu jajanan yang menurut saya sedikit bernasib "tragis" kenapa ? karena hanya jajanan itu yang paling kurang diminati , apalagi kalau bukan madu mongso, jajanan terbuat dari ketan yang di campur gula merah lalu di bentuk seperti permen , namun masih saja yang banyak membuat jajanan tersebut,

Anak anak muda di kampung saya rame rame nebang pohon bambu yang ada di pinggir sungai, bambu yang nantinya dibuat oncor ( obor ) takbiran , atau sisanya malah dibuat mercon bumbung ( petasan bambu ) .

Suasana saat itu terasa hidup sekali, semua orang menebar senyum apalagi titambah sanak famili yang mudik dari merantau membawa oleh oleh souvenir  menambah suasana hangat di kalangan tempat saya, walaupun keluarga saya nggak ada yang merantau :p

Malam takbiran...

Ini adalah malam terindah yang saya rasakan, nada takbiran yang khas, disertai sorak sorai keramaian orang orang membawa obor sambil melantunkan takbir  : Allahuakbar..Allaahu akbar...Allahuakbar.. Laa ilaa ha illallah huwallahu akbar..Allahuakbar walilla hilhamd.... di iringi ritme bedug yang di tabuh,

Disisi lain saya dan kawan ; imam ;  yang tergolong sedikit mbeling , bukan nya ikut takbiran keliling malam menyiapkan mercon bumbung seukuran super besar, yang sengaja saya siapkan khusus untuk malam takbiran, lokasi yang tepat menyalakan meriam bambu itu adalah di lapangan yang biasanya saya jadikan tempat main bola, dan moncong meriam itu saya hadapkan tepat di rumah pak lurah. Bumm..! suara yang tak kalah mengelegar menggetarkan hati, itu balasan buat pak lurah yang biasanya memarahi kami saat mengambil buah jambu tanpa ijin, bisa disebut malam ini adalah malam pembalasan

Sementara itu, ibu yang sedari tadi sore sudah menanak opor ayam dan ketupat sibuk di dapur menyiapkan menu khas lebaran untuk besok, perlu diketahui memasak ketupat itu lamanya bukan main dan harus menggunakan bahan bakar kayu, kira kira bisa menghabiskan waktu 3-5 jam .

mercon bambu
Mercon bambu

Pagi nya ...

Subuh berkumandang, sungguh tak sabar hati nian untuk segera beranjak dari tempat tidur, bangun dengan senyuman entah senyuman yang berarti apa, mungkin rasa puas yang meluap setelah menghabiskan karbit 5 kilo..! hah? karbit ? itu lho bahan bakar meriam bambu yang saya ceritakan malam takbiran nya ,
selanjutnya mandi di sungai bareng kawan kawan, sumpah dingin nya menerkam kulit,

Berangkat ke masjid ...

Kalian tau kebayang seperti apa jalanan di pamotan-rembang ? memutih seperti salju namun bukan es tapi serakan kertas bekas mercon yang telah di nyalakan di malam takbiran. banyak sekali sampai sampai tanah pun tidak kelihatan bentuk "tanah"  nya karena saking tebal serakan kertas bekas mercon, disitulah saya mencium aroma mercon bercampur aroma opor ayam,

Sungkem...

Rame sekali saat itu orang berlalu lalang ke tetangganya demi meminta maaf, siapapun yang di temui di jalan langsung di ajak salaman sambil bilang : minal aidzin wal faizin nyuwun ngapura sedaya lepat kula nggih... dan senyumpun mengembang bak bunga mawar merekah memerah merona, indah sekali budaya memaafkan, subhanallah...

Tak terkecuali saya dan kawan saya ; imam ; nglencer ( dolan ) ke rumahnya pak lurah meminta maaf apa saja yang membuat kami berdosa namun tidak menyebutkan kalau kamilah yang semalam mengarahkan moncong meriam bambu ke rumahnya pak lurah , dan pak lurah menerima dengan hangat sambil menawarkan kami jajanan yang di sajikan di ruang tamu beliau, maafkan kami pak.

Konon saya baca di beberapa artikel , bahwa budaya sungkem/nglencer/meminta maaf saat hari raya idul fitri hanya ada di indonesia khususnya jawa, bahkan di arab pun tidak ada budaya seperti ini, semoga budaya seperti ini tetap lestari sepanjang tahun

#EdisiKangenKampung

2 comments

  1. budaya seperti itu juga sering di tempat saya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, namun kini sedikit luntur mbak alya :)

      Delete